REMAJA, PENCARIAN JATI DIRI DAN PENANAMAN NILAI

Peristiwa Rengasdengklok sebagai salah satu contoh andil pemuda dalam melepaskan diri dari tangan penjajah. Perjalanan sejarah juga mencatat bagaimana pergerakan pemuda dalam menumbangkan sebuah rezim yang telah menyimpang dari cita-cita yang telah diikrarkan oleh pendiri bangsa ini. Orde baru sebagai sebuah rezim penuh dengan budaya korupsi, kolosi dan nepotisme.

1. Perkembangan Menjadi Dewasa

Pada perkembangan kepribadian seseorang, maka pada saat remaja mempunyai makna yang strategis. Pada posisi ini dikatakan seorang remaja masih diangap sebagai anak, namun proses penentuan kedudukan dalam sosial masyarakat ia belajar mencari sendiri. Remaja terdapat dalam status interim, hal ini diakibatkan karena posisi yang sebagian diberikan oleh orang tuanya dan sebagian diperoleh melalui usahanya sendiri yang kemudian memberikan prestise tertentu padanya, status interim berhubungan dengan masa peralihan yang timbul sesudah pemasakan seksual (pubertas), masa peralihan tersebut diperlukan untuk mempelajari remaja mampu memikul tanggung jawabnya nanti dalam masa dewasa, makin maju masyarakatnya makin sukar tugas remaja untuk mempelajari tanggung jawab ini. Batas antara masa anak-anak dengan masa remaja tidak mempunyai batasan yang jelas. Namun pada awal masa remaja terjadi sebuah gejala timbulnya seksualitas (genital) yang kemudian dikenal dengan istilah pubertas.
Perkembangan fisiknya mulai tampak pada fase menjelang dan pada masa remaja. Hal ini berdampak pada pandangan masyarakat yang mulai berbeda, remaja dituntut untuk dapat memenuhi tanggung jawab sebagai orang dewasa, namun pada bagian lain pertumbuhan fisik dan pematangan psikisnya terdapat jarak yang lebar. Kemudian sering terjadi konflik batin dan rasa frustasi dialami oleh remaja dalam memenuhi tuntutan sosial. Frustasi dan konflik-konflik batin bila tidak adanya sebuah pengertian dari pihak orang dewasa akan menimbulkan dampak yang fatal. Bila ini terjadi dan diabaikan, maka kemudian yang terjadi adalah bahwa si remaja tersebut akan dekat dengan teman sebayanya yang senasib. Seringkali proses bergaul ini salah dijalani, sebagai akibatnya harus dibayar mahal. Pergaulan yang salah dapat menjerumuskan diri remaja kedalam sebuah ajang obat-obatan terlarang, tindakan kriminal yaitu tawuran, pergaulan bebas (free sex).
Pada masa inilah yang sangat rawan bagi remaja. Ia berkembang dan menangkap sebuah kewajiban dan tata nilai baru. Kalaupun tata nilai itu bertentangan dengan apa yang ada dalam benaknya. Pelarian menjadi ajang pilihannya. Perhatian dan arahan yang tepat dari orang dewasa menjadi kunci yang tepat dalam membantu pencarian jati diri seorang remaja.

2. Masyarakat Modern, Dilema Kaum Muda

Perkembangan masyarakat Indonesia memang belum terlalu jauh memasuki tahap awal dari fase ketiga integrasi nasional, apalagi mencapai puncak integrasi organisasi masyarakat industrial yang dikenal sebagai masyarakat teknokrasi dan masyarakat massa. Namun demikian sebagai akibat proses integrasi masyarakat Indonesia yang semakin mendalam ke dalam masyarakat dan kebudayaan mondial, untuk menyebut dengan cara lain globalisasi proses industrialisasi, dilema masyarakat dan kebudayaan modern industrial pelan-pelan tanpa disadari sedang merasuki hampir seluruh sendi-sendi masyarakat. Ada dua alasan yang mendasari hal tersebut. Pertama kaum muda merupakan lapisan masyarakat yang belum cukup kuat dibentuk oleh pengalaman-pengalaman masa silam di dalam dan bersama masyarakat, kedua kaum muda belum mempunyai komitmen yang mendalam terhadap masyarakat tempat mereka menjadi bagiannya. Tidak mengherankan oleh karenanya apabila pada kaum mudalah ditemukan respon terhadap kekuasaan masyarakat modern industrial yang semakin meraja, itu paling kuat.
Menghadapi dilema masyarakat modern industrial, banyak kaum muda dan masyarakat terperangkap diantara dua tanggapan yang laksana buah simalakama yang sangat sulit dipilih : mengundurkan diri ke “dunia dalam” (cinner world) yang bersifat sangat subyektif dan sangat pribadi, atau keluar dan membelot menentang setiap manifestasi struktur sosial yang serba menguasai. Mereka yang mengambil pilihan pertama, pada umumnya cenderung memalingkan diri dari dunia luar. Manifestasinya dapat kita saksikan di dalam apa yang di dunia barat dikenal sebagai “hippies” dan yang kini menyebar ke seluruh dunia sebagai “kebudayaan, musik dan minum” yang cenderung sangat bersifat apokalitik : ekspresif, anti segala yang serba formal dan hidonistik. Mereka yang mengambil pilihan kedua sebaliknya bergerak ke luar dari “dunia dalam” dan secara terbuka memberontak terhadap setiap manifestasi masyarakat. Perwujudannya dapat ditemukan dalam berbagai bentuk “generasi anti kemapanan”.
Mempertemukan dan mendasari pola tanggapan pertama dan kedua adalah pencarian suatu tipe kepribadian masyarakat dan dari individu protean (banyak muka). Masyarakat dan manusia protean adalah masyarakat dan manusia yang haus akan selalu mencari kebebasan, yang memberikan arti yang sangat tinggi pada “jati diri”, yang menolak konsep keunggulan dan ganjaran yang diperlombakan, yana menolak hubungan-hubungan peranan yang bersifat impersonal, yang menjunjung tinggi kejujuran dan rasa tanggung jawab dan yang amat terbuka terhadap setiap pengalaman baru.

Post a comment or leave a trackback: Trackback URL.

Komentar

Tinggalkan komentar