Monthly Archives: April 2009

NEGRIKU OH NEGRIKU

Satu ditambah satu bukan dua jadinya. Seperti inilah hitung-hitungan dalam dunia politik. Boleh jadi sekarang sahabat besokpun jadi musuh yang sengit. Penuh dengan ketidak pastian dan serba tidak terduga.
Empat tahun lalu bolehlah SBYdan JK mengikrarkan sebagai sahabat sejati dalam satu biduk membawa bangsa ini menuju kepada kemakmuran. Perjalanan waktu membuktikan bahwa manusia merupakan makhluk yang punya keinginan serta hasrat yang sangat subyektif. Bagaimanapun juga sisi individual tidak dapat dihilangkan dari manusia, langkah yang bisa dilakukan hanyalah mengatur sisi tersebut agar dapat diwujudkan dalam keharmonisan yang penuh toleransi.
Tahta yang merupakan kekuasaan masih diangap pantas untuk diperebutkan. Santun sebuah kata yang menjadi primadona SBY untuk menggalang dukungan. Sepertinya kurang pantas kata ini dibawa masuk ke dalam dunia politik yang penuh dengan intrik. Santun merupakan sebuah sikap yang menempatkan orang pada kejernihan jiwa. Sangat abstrak untuk menggambarkan sebuah kata santun bila hal ini belum tercermin dalam sebuah tindakan. Santun disini lebih merujuk pada prosentase sebab sikap merupakan kualitas dan bukan kuantitas yang nominal nilainya.
Pemilu 2009 masih menyisakan banyak persoalan, baik pelaksanaannya yang amburadul sampai dengan masalah DPT yang dobel dan ada juga yang tidak masuk DPT. Ini semua menjadi cerminan bahwa pemerintah tidak dapat menyelenggarakan PEMILU, boleh dikatakan gagal. Keberhasilan masih berpihak pada rakyat, banyak sekali angka golput. Boleh dikatakan dewan yang ada di Senayan bukan wakil rakyat.
Elit politik ternyata belum fasih menggunakan kata “kami”, mereka masih senang menggunakan kata “kita”. Sehingga bagaimana mereka akan menyelesaikan masalah bangsa jikalau mereka masih membawa benderanya sendiri dan tidak membawa bendera kami ini yang merupakan rakyat pemilik negeri ini.

KELUARGA, MASYARAKAT DAN SEKOLAH PEMBENTUK SDM BERKUALITAS

Gesekan-gesekan interaksi yang dialami oleh sosok remaja dengan lingkungannya berakibat pada instabilitas pada diri seorang remaja. Pengaruh teman atau lingkungan apabila diabaikan seringkali berdampak negatif. Banyak sekali contoh sosok remaja yang salah bergaul yang akhirnya terseret arus deras masuk kedalam kelompok pergaulan negatif. Akibatnya muncul penggunaan naza (narkotika dan zat adektif), pergaulan bebas (free sex) dan bahkan yang tak kurang destruktifnya adalah keterlibatan remaja dalam tindak kriminal.
Milenium dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin dahsyat mengakibatkan munculnya budaya instant yang belum tentu berpengaruh baik. Sekitar awal tahun 80an siaran televisi masih sangat sedikit, namun perkembangan selanjutnya muncul siaran televisi swasta yang menyajikan berbagai macam hiburan. Tanpa disadari anak-anak sanggup duduk didepan televisi berjam-jam. Apabila ini kita hiraukan, secara tidak sadar mereka menangkap tata nilai baru yang belum tentu berdampak positif, maka kemudian muncul degradasi tata nilai dalam kehidupan mereka. Belum lagi munculnya internet yang sangat berbahaya apabila salah penggunaannya. Ini merupakan tantangan bagi tata nilai lokal untuk menyaring derasnya informasi yang masuk.
Anak dan pendidikan merupakan satu keping mata uang pada kutup tersendiri, teknologi dan informasi pada kutup yang berbeda. Tantangan pada masa mendatang berkaitan dengan teknologi dan informasi, hal ini tidak dapat dihindari. Informasi bukan lagi monopoli layar kaca, namun mulai bergeser pada dunia maya. Seperti diketahui bahwa informasi di sini ribuan, baik macam maupun pesan-pesan yang dibawanya. Regulasi untuk melindungi masyarakat perlu diciptakan sehingga dapat menekan dampak negatifnya. Setelah perangkat hukum tercipta, maka yang tak kalah pentingnya adalah pendidikan dalam keluarga.
Keluarga sebagai satuan terkecil dari masyarakat mempunyai peran yang strategis dalam melakukan pendidikan. Bukankah anak menghabiskan banyak waktunya dirumah atau keluarga. Jadi orang tua mempunyai peran dalam melakukan pendidikan. Orang tua akan berfungsi ketika mereka mampu mencurahkan waktunya untuk mendampingi buah hatinya. Sehingga curahan kasih sayang akan memberi kehangatan bagi seorang anak. Ketika anak terasa hangat di dalam keluarganya maka secara tidak langsung keluarga itu telah membentengi setiap anggotanya dari pengaruh negatif.
Ketika anak keluar dari rumah maka lingkungan yang dijumpai adalah masyarakat sekitarnya. Anak akan belajar langsung dengan cara melihat dan juga turut merasakan kondisi yang ada di masyarakat sekitarnya. Sebagai makhluk sosial, mausia perlu menyalurkan hasratnya bersosial sehingga tidak mengakibatkan antisosial. Pada posisi ini jelas peran orang tua adalah menenentukan dimana mereka akan tinggal, ingat bahwa lingkungan sosial merupakan laborat hidup.
Sekolah sebagai lembaga formal merupakan tempat bagi anak untuk menuntut ilmu. Transfer knowledge menjadi lebih besar tekananannya. Sehingga diperlukan tiga komponen ini untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.

SUMBER TATA NILAI MASYARAKAT

Bumi ini telah mengalami sejarahnya ribuan tahun. Perkembangan itu berakibat pada kondisi seperti sekarang ini dimana tempat kita berpijak tentu akan berbeda dengan tempat orang lain berdiri. Perkembangan dari hari ke hari menimbulkan perbedaan letak geogrgfis dimana bentangan daratan dipisahkan oleh air yang berupa samudra. Beda tempat maka beda cuaca dan iklimnya.
Manusia merupakan makhluk hidup yang mengalami pula perjalanan sejarahnya. Ia berevolusi hingga mewujudkan sebuah budaya.
Beragam budaya manusia memunculkan tradisi yang berbeda. Satu daerah akan mempunyai ragam tradisi tersendiri walaupun masih dalam satu teritorial. Masyarakat yang terdiri dari manusia merupakan pewarna penting bagi sebuah tradisi yang wujudnya adalah adat. Masyarakat yang heterogen tentu akan memunculkan tradisi yang lebih instant dibandingkan dengan masyarakat yang homogen.
Tradisi yang berupa adat akan dipelihara oleh masyarakat pendukungnya sebagai sarana perwujudan individu sebagai makhluk sosial untuk mengukuhkan eksistensinya. Sebagai identitas sebuah budaya masyarakat maka adat akan terus berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Akulturasi dimungkinkan bukan sebagai intervensi satu budaya dengan budaya lain namun akan lebih diposisikan sebagai senjata dalam proses transfer nilai untuk memisahkan antara yang buruk atau tidak bernilai dengan nilai yang dapat diterima. Khasanah sebuah tradisi akan sangat memperkaya nilai sebuah kebudayaan yang merupakan hasil cipta, karya dan karsa manusia.

REMAJA, PENCARIAN JATI DIRI DAN PENANAMAN NILAI

Peristiwa Rengasdengklok sebagai salah satu contoh andil pemuda dalam melepaskan diri dari tangan penjajah. Perjalanan sejarah juga mencatat bagaimana pergerakan pemuda dalam menumbangkan sebuah rezim yang telah menyimpang dari cita-cita yang telah diikrarkan oleh pendiri bangsa ini. Orde baru sebagai sebuah rezim penuh dengan budaya korupsi, kolosi dan nepotisme.

1. Perkembangan Menjadi Dewasa

Pada perkembangan kepribadian seseorang, maka pada saat remaja mempunyai makna yang strategis. Pada posisi ini dikatakan seorang remaja masih diangap sebagai anak, namun proses penentuan kedudukan dalam sosial masyarakat ia belajar mencari sendiri. Remaja terdapat dalam status interim, hal ini diakibatkan karena posisi yang sebagian diberikan oleh orang tuanya dan sebagian diperoleh melalui usahanya sendiri yang kemudian memberikan prestise tertentu padanya, status interim berhubungan dengan masa peralihan yang timbul sesudah pemasakan seksual (pubertas), masa peralihan tersebut diperlukan untuk mempelajari remaja mampu memikul tanggung jawabnya nanti dalam masa dewasa, makin maju masyarakatnya makin sukar tugas remaja untuk mempelajari tanggung jawab ini. Batas antara masa anak-anak dengan masa remaja tidak mempunyai batasan yang jelas. Namun pada awal masa remaja terjadi sebuah gejala timbulnya seksualitas (genital) yang kemudian dikenal dengan istilah pubertas.
Perkembangan fisiknya mulai tampak pada fase menjelang dan pada masa remaja. Hal ini berdampak pada pandangan masyarakat yang mulai berbeda, remaja dituntut untuk dapat memenuhi tanggung jawab sebagai orang dewasa, namun pada bagian lain pertumbuhan fisik dan pematangan psikisnya terdapat jarak yang lebar. Kemudian sering terjadi konflik batin dan rasa frustasi dialami oleh remaja dalam memenuhi tuntutan sosial. Frustasi dan konflik-konflik batin bila tidak adanya sebuah pengertian dari pihak orang dewasa akan menimbulkan dampak yang fatal. Bila ini terjadi dan diabaikan, maka kemudian yang terjadi adalah bahwa si remaja tersebut akan dekat dengan teman sebayanya yang senasib. Seringkali proses bergaul ini salah dijalani, sebagai akibatnya harus dibayar mahal. Pergaulan yang salah dapat menjerumuskan diri remaja kedalam sebuah ajang obat-obatan terlarang, tindakan kriminal yaitu tawuran, pergaulan bebas (free sex).
Pada masa inilah yang sangat rawan bagi remaja. Ia berkembang dan menangkap sebuah kewajiban dan tata nilai baru. Kalaupun tata nilai itu bertentangan dengan apa yang ada dalam benaknya. Pelarian menjadi ajang pilihannya. Perhatian dan arahan yang tepat dari orang dewasa menjadi kunci yang tepat dalam membantu pencarian jati diri seorang remaja.

2. Masyarakat Modern, Dilema Kaum Muda

Perkembangan masyarakat Indonesia memang belum terlalu jauh memasuki tahap awal dari fase ketiga integrasi nasional, apalagi mencapai puncak integrasi organisasi masyarakat industrial yang dikenal sebagai masyarakat teknokrasi dan masyarakat massa. Namun demikian sebagai akibat proses integrasi masyarakat Indonesia yang semakin mendalam ke dalam masyarakat dan kebudayaan mondial, untuk menyebut dengan cara lain globalisasi proses industrialisasi, dilema masyarakat dan kebudayaan modern industrial pelan-pelan tanpa disadari sedang merasuki hampir seluruh sendi-sendi masyarakat. Ada dua alasan yang mendasari hal tersebut. Pertama kaum muda merupakan lapisan masyarakat yang belum cukup kuat dibentuk oleh pengalaman-pengalaman masa silam di dalam dan bersama masyarakat, kedua kaum muda belum mempunyai komitmen yang mendalam terhadap masyarakat tempat mereka menjadi bagiannya. Tidak mengherankan oleh karenanya apabila pada kaum mudalah ditemukan respon terhadap kekuasaan masyarakat modern industrial yang semakin meraja, itu paling kuat.
Menghadapi dilema masyarakat modern industrial, banyak kaum muda dan masyarakat terperangkap diantara dua tanggapan yang laksana buah simalakama yang sangat sulit dipilih : mengundurkan diri ke “dunia dalam” (cinner world) yang bersifat sangat subyektif dan sangat pribadi, atau keluar dan membelot menentang setiap manifestasi struktur sosial yang serba menguasai. Mereka yang mengambil pilihan pertama, pada umumnya cenderung memalingkan diri dari dunia luar. Manifestasinya dapat kita saksikan di dalam apa yang di dunia barat dikenal sebagai “hippies” dan yang kini menyebar ke seluruh dunia sebagai “kebudayaan, musik dan minum” yang cenderung sangat bersifat apokalitik : ekspresif, anti segala yang serba formal dan hidonistik. Mereka yang mengambil pilihan kedua sebaliknya bergerak ke luar dari “dunia dalam” dan secara terbuka memberontak terhadap setiap manifestasi masyarakat. Perwujudannya dapat ditemukan dalam berbagai bentuk “generasi anti kemapanan”.
Mempertemukan dan mendasari pola tanggapan pertama dan kedua adalah pencarian suatu tipe kepribadian masyarakat dan dari individu protean (banyak muka). Masyarakat dan manusia protean adalah masyarakat dan manusia yang haus akan selalu mencari kebebasan, yang memberikan arti yang sangat tinggi pada “jati diri”, yang menolak konsep keunggulan dan ganjaran yang diperlombakan, yana menolak hubungan-hubungan peranan yang bersifat impersonal, yang menjunjung tinggi kejujuran dan rasa tanggung jawab dan yang amat terbuka terhadap setiap pengalaman baru.

PERGESERAN TATA NILAI

Gesekan-gesekan interaksi yang dialami oleh sosok remaja dengan lingkungannya berakibat pada instabilitas pada diri seorang remaja. Pengaruh teman atau lingkungan apabila diabaikan seringkali berdampak negatif. Banyak sekali contoh sosok remaja yang salah bergaul yang akhirnya terseret arus deras masuk kedalam kelompok pergaulan negatif. Akibatnya muncul penggunaan naza (narkotika dan zat adektif), pergaulan bebas (free sex) dan bahkan yang tak kurang destruktifnya adalah keterlibatan remaja dalam tindak kriminal.
Memasuki milenium perkembangan teknologi informasi semakin dahsyat, hal ini mengakibatkan munculnya budaya instant yang belum tentu berpengaruh baik. Sekitar awal tahun 80an siaran televisi masih sangat sedikit, namun perkembangan selanjutnya muncul siaran televisi swasta yang menyajikan berbagai macam hiburan. Anak-anak sanggup duduk didepan televisi berjam-jam dari pada belajar. Apabila ini kita hiraukan, secara tidak sadar mereka menangkap tata nilai baru yang belum tentu berdampak positif, maka kemudian muncul degradasi tata nilai dalam kehidupan mereka. Belum lagi munculnya internet yang sangat berbahaya apabila salah penggunaannya. Ini merupakan tantangan bagi tata nilai lokal untuk menyaring derasnya informasi yang masuk.

BUDI PEKERTI

Kata budi merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu dari akar kata budh yang berarti sadar,jadi budi berarti kesadaran. Sedangkan kata pekerti berasal dari akar kata dasar krti yang mempunyai arti perbuatan. Kata dasar krti berasal dari kata kr yang bermakna membuat. Pekerti mempunyai makna perbuatan. Budi pekerti merupakan kesadaran perbuatan atau tingkah laku.
Budi itu terdapat pada batin manusia sehingga tidak kelihatan. Budi baru nampak apabila orang tersebut telah melakukan suatu perbuatan atau tingkah laku. Ada sebuah pepatah Jawa : “ajining dhiri gumantung saka lathi, ajining raga gumantung saka busana, ajining awak gumantung saka tumindak”, maksud dari ungkapan ini adalah diri kita akan dihargai tergantung dari ucapan kita, pakaian kita, serta tingkah laku.

REVITALISASI PENGAJARAN

Pendidikan dewasa ini mendapat potongan kue yang besar. Nilai dua puluh persen dari APBN dan APBD boleh dibilang cukup untuk memajukan dunia pendidikan di negeri ini. Harapan masyarakat tentunnya dengan kualitas pendidikan tersebut akan mampu mengangkat harkat dan martabat mereka menjadi lebih baik.
Pengajaran merupakan proses pertumbuhan menuju dewasa. Dewasa bukan saja secara umur dan fisiknya saja namun pematangan diri dalam menghadapi persoalan yang ada disekitarnya. Pematangan keilmuan dan cara pandang terhadap masalah.
Metode konvensional yang telah lama berlaku didunia pendidikan yaitu klasikal ceramah semakin membatasi pengetahuan peserta didik. Mereka menjadi mampat pengetahuannya dan manja, hanya menerima saja apa yang diberikan guru. Pada posisi yang demikian maka sosok guru harus pandai berimprovisasi dalam menggunakan metode pembelajarannya agar anak didik menjadi kreatif.
Transfer pengetahuan dan penanaman nilai menjadi tugas berat seorang guru. Apabila sosok guru pasif dan hanya memberikan materi yang dia hafal saja tanpa ada kemauan untuk menggali kembali metode mengajarnya maka yang terjadi adalah sebuah generasi yang berpengetahuan terbatas dan memiliki cara pandang yang sempit serta pasif dalam mencari informasi.

PEMBUMIAN LITERATUR DIGITAL

Era digital telah muncul dihadapan kita seiring perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat. Ini semua harus disikapi dengan positif bukan aptis yang cenderung skeptis. Informasi tersebut dapat membuka wawasan untuk lebih memperluas cara pandang pada suatu hal.
Seiring bergulirnya waktu maka semakin cepat saja informasi itu diakses. Hal ini seharusnya mendorong kaum pendidik untuk memperoleh informasi sebagai literatur yang dapat menambah cakrawala pandang. Hal ini dapat memperkaya diri sehingga para pendidik mampu untuk menyajikn materi pembelajaran menjadi lebih dinamis. Pola pengajaran yang monton dan cenderung statis dapat memicu para peserta didik menjadi pasif. Pada akhirnya hal tersebut dapat mendorong mereka tidak kreatif sehingga kompetensi yang ada pada mereka tidak tergali dengan baik. Pada posisi yang demikian akhirnya menggiring mereka pada posisi yang pasif dimana tidak ada keinginan untuk memperkaya diri.
Kedepan yang dibutuhkan adalah orang-orang yang mampu mengelola informasi serta membuat keputusan yang tepat bagi kemaslahatan umat manusia. Menciptakan manusia yang demikian itu tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, perlu proses yang panjang. Pengenalan terhadap informasi teknologi harus dilakukan sedini mungkin. Pengkondisian yang demikian kedepan mampu menciptakan pribadi yang mampu bersaing sehingga mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan komunitas masyarakat internasional.
Semua itu dapat terwujud ketika para pendidik sebagai kaum terdidik mampu mengupgrade dirinya dengan berbagai informasi yang ada serta dapat mengelola informasi tersebut dengan cerdas.

TRADISI DI BALIK MODERNISASI

Waktu terus berjalan dan zamanpun terus berganti. Peradaban manusia telah menciptakan budaya instan. Berbagai bidang kehidupan dari hari ke hari terus menjadi semakin praktis dan mudah.
Sepertinya suka tidak suka kita dipaksa untuk masuk kedalam budaya instan yang lebih mengutamakan kepraktisan yang menonjolkan kemudahan. Lantas bagaimana dengan tradisi yang juga termasuk kedalam budaya. Pada sisi lain sebuah tradisi merupakan cerminan dari keluhuran budi serta tingginya nilai-nilai budaya yang telah hidup diwaktu lampau. Salah satu contoh adalah upacara adat pernikahan. Pada upacara itu terdiri dari beberapa acara yang merupakan satu kesatuan yang mempunyai makna atau perlambambang tertentu. Itu semua memberikan pelajaran yang tersirat.
Apakah kemudian tradisi itu akan digeser, atau direvitalisasi ataukah akan hilang begitu saja? Semuanya tergantung pada masyarakat yang mendukungnya, ya kita-kita ini.

MENENGOK DUNIA PENDIDIKAN

Dewasa ini pendidikan menjadi pusat perhatian luas. Caleg pada pemilu 2009 yang akan dilaksanakan 9 April nanti mengumbar janji untuk memperbaiki dunia pendidikan. Ini semua memperlihatkan bahwa pendidikan sedang menjadi komoditi yang laku keras. Dalam undang-undang dasarpun telah ditegaskan bahwa negara harus mengurus pendidikan. Lantas bagaimana halnya dengan pendidikan di negeri ini ?
Masih ingat dengan perkelahian pelajar, korupsi pengadaan media pendidikan, kopetensi tenaga pengajar dan masih banyak lagi masalah yang masih membelit dunia pendidikan di negeri ini. Pada satu sisi pendidikan diharapkan mampu menciptakan manusia yang berpengetahuan dan mempunyai moral, pada sisi lain pendidikan menghadapi berbagai macam masalah yang sangat mempengaruhi pembangunan pada pendidikan itu sendiri.
Perencanaan pendidikan mungkin perlu direvitalisasi lagi. Hal ini tentu akan mendorong arah yang jelas bagi tujuan pendidikan itu sendiri. Perencanaan yang matang dengan kajian yang mendalam serta komprehensif tentu tidak akan berjalan baik bila tidak dilakukan dengan implementasi secara kontinyu. Pada akhirnya dengan evaluasi yang teratur dapat melihat ketercapaian dari target sehingga dapat terukur dengan jelas.